Menjaga Kesehatan Mental Di Tengah Pandemi
Menjaga Kesehatan Mental Di Tengah Pandemi – Semarang (02/08) Wabah Covid-19 masih menjadi tantangan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Di masa-masa ini pun sering banyak imbauan dari pemerintah dan masyarakat untuk menaati protokol kesehatan, meski tak jarang sebagian masyarakat “lupa” menaati protokol kesehatan. Kebiasaan seperti itu pada akhirnya mengarahkan banyak orang untuk membantu menjaga kesehatannya dengan berbagai cara. Selain menjaga kesehatan fisik, menjaga kesehatan mental di masa pandemi Covid-19 juga tidak kalah pentingnya.
Sebelum melaksanakan rencana kerja, penulis mewawancarai Pak Eka selaku ketua RT 06 RW 01 Srodol Kulon. Ia mengatakan, edukasi mengenai pentingnya kesehatan mental merupakan hal yang baik untuk diteruskan. Ia juga menyebut masih banyak warga yang melupakan protokol kesehatan.
Menjaga Kesehatan Mental Di Tengah Pandemi
Oleh karena itu, Talia Tresnaning Prana, mahasiswa Psikologi Undip yang tergabung dalam Tim II Undip, melaksanakan proyek “Pentingnya pelayanan kesehatan mental bagi masyarakat di masa pandemi Covid-19” agar warga memahami betapa pentingnya hal tersebut. yaitu menjaga kesehatan mental, mengetahui apa yang dapat dilakukan untuk merawatnya, memperhatikan kesehatan mentalnya, dan memahami bahwa menjaga protokol kesehatan berdampak positif pada kesehatan mental.
Menanti Peran Besar Negara Mengelola Kesehatan Jiwa
Sosialisasi tersebut berlangsung pada 2 Agustus 2021 melalui grup WhatsApp yang dihadiri warga RT 06 RW 1 Srondol Kulon. Warga sangat aktif ketika diajak bercerita tentang apa yang diketahui tentang kesehatan mental.
Pak Pree, warga RT 06 mengatakan, kesehatan mental adalah memiliki pikiran dan jiwa yang sehat agar tidak stres dengan keadaan saat ini. Hal ini menunjukkan pemahaman masyarakat terhadap kesehatan jiwa masih minim. Penulis juga menjelaskan bahwa kesehatan mental muncul ketika seseorang menyadari kemampuannya, mampu mengatasi masalah, efektif dan dapat berperan.
Usai sosialisasi, dilakukan survei evaluasi untuk menjaring saran dan pendapat warga. Rata-rata warga mengatakan sosialisasi berjalan baik, pengetahuan bertambah. Ada pula yang mengatakan bahwa setelah sosialisasi, mereka langsung menerapkan apa yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari dan juga mengatakan bahwa hal tersebut sangat bermanfaat. Akibat penutupan sekolah dan pembatalan banyak acara penting, banyak remaja yang kehilangan momen-momen penting dalam hidupnya, begitu pula momen sehari-hari seperti berbincang dengan teman dan bersekolah.
Remaja menghadapi situasi baru ini tidak hanya dengan rasa frustrasi, tetapi juga dengan rasa cemas dan rasa terisolasi yang luar biasa akibat perubahan cepat dalam hidup yang disebabkan oleh wabah ini.
Bahaya! Pandemi Covid-19 Dapat Menyerang Kesehatan Mental? Mahasiswa Undip Ajak Warga Mengelola Kesehatan Mental Di Masa Pandemi
Menurut analisis data UNICEF, 99 persen (2,34 miliar) anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun di seluruh dunia tinggal di salah satu dari 186 negara yang menerapkan pembatasan pergerakan akibat COVID-19. 60 persen anak-anak tinggal di salah satu dari 82 negara yang mengalami pemadaman listrik total (7 persen) atau sebagian (53 persen), yaitu 1,4 miliar anak muda.
Menurut survei Global Health Data Exchange tahun 2017, 27,3 juta orang di Indonesia menderita masalah kesehatan mental. Artinya setiap sepuluh orang di negeri ini menderita gangguan jiwa.
Data kesehatan jiwa remaja di Indonesia sendiri pada tahun 2018 menunjukkan bahwa pada tahun 2018 terjadi peningkatan prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja di atas 15 tahun dibandingkan tahun 2013; hanya 6% untuk prevalensi gangguan mood dengan gejala depresi dan kecemasan. Gejala depresi dan kecemasan pada remaja di atas 15 tahun. Sementara itu, prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 1,2 per seribu penduduk pada tahun 2013.
Saat kesehatan mental remaja tertekan, Anda mungkin akan melihat tanda-tanda seperti terlihat lesu, kehilangan nafsu makan, gangguan/masalah tidur, dan rasa cemas yang berlebihan.
Unicef Indonesia On X: “tidak Bisa Keluar Rumah Untuk Bersekolah Ataupun Bermain Dengan Teman Bisa Membuat Stres Dan Mengancam Kesehatan Mental Remaja Kita 💢😵 Apa Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Bantu Menjaga
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesehatan mental remaja adalah dengan membantu remaja memahami bahwa kecemasan yang dialaminya merupakan hal yang wajar. Ketakutan yang dialami remaja adalah hal yang normal dan sehat yang dapat mengingatkan kita akan ancaman dan membantu kita mengambil tindakan untuk melindungi diri kita sendiri.
Mencari informasi akurat dari sumber terpercaya, mengurangi penggunaan media sosial, dan membatasi penayangan berita tentang virus corona juga dapat mengurangi kecemasan remaja. Orang tua dapat berbagi teman sebanyak-banyaknya untuk remaja. Berikan remaja ruang untuk mengungkapkan kekhawatirannya kepada orang tua.
Tidak terlalu sering membicarakan virus corona atau mengalihkan perhatian Anda dengan aktivitas yang menyenangkan dan produktif dianggap sebagai cara untuk mengurangi kecemasan dan mengurangi rasa kewalahan pada remaja.
Mintalah remaja terhubung dengan teman-temannya untuk berkomunikasi, berbagi cerita, dan mengungkapkan perasaan mereka. Dengan demikian, kebosanan di kalangan remaja bisa teratasi di masa pandemi ini.